Teringat saya pada suatu malam di masa kecil. Pada malam bulan purnama itu, kami, anak-anak kecil berkumpul di sebuah lapangan kecil. Tanah lapang berpenerangan bulan. Riuh rendah bermaian gobak sodor. Orang-orang dewasa menonton dan ngobrol. Dan sesekali melerai jika kami bertengkar karena berselisih tentang sesuatu, sebelum kemudian berdamai kembali.
Dan kini, bepuluh tahun kemudian setelah saya menjadi orang-orang dewasa itu, ternyata tak lagi saya jumpai lagi anak-anak memainkan permainan masa kecil kami. Entahlah, apakah karena kami, orang-orang dewasa, yang lalai mewariskan pada anak-anak, atau mereka, anak-anak itu yang tidak lagi menganggap permainan tersebut cukup menarik.
Sebab kini, anak-anak tersebut, telah mempunyai mainan baru. Maraknya permainan modern, video game, atau berbagai game berbasis computer rupanya telah membuat anak-anak kita beralih dari permainan tradisional. Belum lagi sekarang game-game tersebut telah semakin dekat ke dalam genggaman dan semakin terjangkau, lewat ragam permainan di layar hp.
Permainan tradisional sesungguhnya sama tuanya dengan usia kebudayaan kita. Mereka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan tersebut. Indonesia yang sangat kaya dengan berbagai budaya peninggalan leluhur sangat kaya dengan ragam permainan tradisional.
Beberapa tradisional umunya dimainkan oleh sekelompok anak-anak seperti gobak sodor, kasti atau petak umpet. Ada juga yang cukup dimainkan oleh sepasang anak seperti congklak (beberapa daerah menyebut sebagai dakon), macanan, dam-daman. Betapa sayangnya jika ragam permainan tradisional tersebut kini mulai jarang terlihat. Karena sesungguhnya pada permainan tersebut terdapat nilai-nilai positif yang bermanfaat untuk perkembangan mental anak.
Permainan tradisional mengajarkan anak untuk berkreasi. Pada beberapa macam permainan dibutuhkan sarana dan prasarana pendukung, sehingga anak didorong untuk kreatif menciptakan alat-alat permainan tersebut seperti egrang dari bambu, mobil-mobilan dari kulit jeruk. Permainan tradisional juga mengajarkan nilai-nilai kerja sama sportifitas, kejujuran dan kreatifitas. Permainan yang dilakukan secara berkelompok mengajarkan anak-anak untuk bersosialisasi dan menjalin kerja sama di antara teman.
Sementara game-game modern tidak mengajarkan hal-hal tersebut. Permainan modern berbasis computer membuat anak cenderung asocial karena memang cukup dimainkan seorang diri di depan computer. Belum lagi beberapa permainan yang terkadang mengandung muatan negative, seperti unsur-unsur kekerasan dan sadisme juga pornografi. Dari segi kesehatan, disinyalir duduk berjam-jam di depan computer juga dipercaya mampu menyebankan obesitas pada anak.
Namun magnet yang kuat dari game modern tersebut cukup kuat untuk membuat anak kecanduan pada produk impor tersebut. Maka kemudian saya cukup khawatir, jangan-jangan di kemudian hari permainan tradisional tersebut hilang ditelan jaman.
Dan kini, bepuluh tahun kemudian setelah saya menjadi orang-orang dewasa itu, ternyata tak lagi saya jumpai lagi anak-anak memainkan permainan masa kecil kami. Entahlah, apakah karena kami, orang-orang dewasa, yang lalai mewariskan pada anak-anak, atau mereka, anak-anak itu yang tidak lagi menganggap permainan tersebut cukup menarik.
Sebab kini, anak-anak tersebut, telah mempunyai mainan baru. Maraknya permainan modern, video game, atau berbagai game berbasis computer rupanya telah membuat anak-anak kita beralih dari permainan tradisional. Belum lagi sekarang game-game tersebut telah semakin dekat ke dalam genggaman dan semakin terjangkau, lewat ragam permainan di layar hp.
Permainan tradisional sesungguhnya sama tuanya dengan usia kebudayaan kita. Mereka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan tersebut. Indonesia yang sangat kaya dengan berbagai budaya peninggalan leluhur sangat kaya dengan ragam permainan tradisional.
Beberapa tradisional umunya dimainkan oleh sekelompok anak-anak seperti gobak sodor, kasti atau petak umpet. Ada juga yang cukup dimainkan oleh sepasang anak seperti congklak (beberapa daerah menyebut sebagai dakon), macanan, dam-daman. Betapa sayangnya jika ragam permainan tradisional tersebut kini mulai jarang terlihat. Karena sesungguhnya pada permainan tersebut terdapat nilai-nilai positif yang bermanfaat untuk perkembangan mental anak.
Permainan tradisional mengajarkan anak untuk berkreasi. Pada beberapa macam permainan dibutuhkan sarana dan prasarana pendukung, sehingga anak didorong untuk kreatif menciptakan alat-alat permainan tersebut seperti egrang dari bambu, mobil-mobilan dari kulit jeruk. Permainan tradisional juga mengajarkan nilai-nilai kerja sama sportifitas, kejujuran dan kreatifitas. Permainan yang dilakukan secara berkelompok mengajarkan anak-anak untuk bersosialisasi dan menjalin kerja sama di antara teman.
Sementara game-game modern tidak mengajarkan hal-hal tersebut. Permainan modern berbasis computer membuat anak cenderung asocial karena memang cukup dimainkan seorang diri di depan computer. Belum lagi beberapa permainan yang terkadang mengandung muatan negative, seperti unsur-unsur kekerasan dan sadisme juga pornografi. Dari segi kesehatan, disinyalir duduk berjam-jam di depan computer juga dipercaya mampu menyebankan obesitas pada anak.
Namun magnet yang kuat dari game modern tersebut cukup kuat untuk membuat anak kecanduan pada produk impor tersebut. Maka kemudian saya cukup khawatir, jangan-jangan di kemudian hari permainan tradisional tersebut hilang ditelan jaman.
Sumber : berandakata.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar